Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Jumat, 17 Agustus
1945 tahun Masehi,
atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang
dan tanggal 8 Ramadan
1364 menurut Kalender Hijriah, yang dibacakan oleh Ir. Soekarno
dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.
Perjalanan sejarah sistem politik dan penegakan hukum
Indonesia selama 62 tahun menunjukkan suatu bukti bahwa semata-mata konstitusi
dalam wujud UUD tidak dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan sistem politik
yang demokratis maupun penegakan hukum. UUD 1945 telah berlaku di empat periode
kepemerintahan, masa Kemerdekaan (1945-1959), era Demokrasi Terpimpin
(1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi (1998-Sekarang).
Di masa kemerdekaan, meski berlaku tiga macam UUD (1945, RIS dan
1950) namun kehidupan sistem demokrasi dapat berjalan dan hukum dapat
ditegakkan. Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan
dinyatakan penggunaan sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem
otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita, 1960). Buktinya, terjadi pembubaran partai
politik yang tidak sejalan dengan keinginan pemerintah (yaitu, Masyumi dan
PSI), media massa yang kritis dibredel, penangkapan dan penawanan lawan politik
pemerintah tanpa proses hukum termasuk para pendiri partai mantan-mantan
Perdana Menteri, mantan-mantan menteri, pemimpin ormas juga ulama. Sehingga
hukum didominasi penguasa tunggal di masa itu.
Berikut adalah sistem pemerintahan Indonesia yang terjadi pada
tahun 1945 sampai sekarang:
Pasca-Kemerdekaan
18
Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno
sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang
memasukkan kata “Islam” di dalam sila pertama Pancasila, dihilangkan dari
mukadimah konstitusi yang baru.
Republik Indonesia yang baru lahir ini terdiri 8
provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi,
Maluku, dan Sunda Kecil. Pada 22 Agustus 1945, Jepang mengumumkan mereka
menyerah di depan umum di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan
membubarkan PETA Dan Heiho. Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar
tentang kemerdekaan.
23 Agustus 1945 Soekarno mengirimkan pesan radio
pertama ke seluruh negeri. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia
yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari
sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri.
Pada 29 Agustus 1945 Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan
pada 18 Agustus 1945, ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara
resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama
menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga
sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik
Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.
Sistem Pemerintahan Tahun 1950-1959 (Pemerintahan
Parlemen)
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem
pemerintahan dari presidentil menjadi parlemen. Dimana dalam sistem
pemerintahan presidentil, presien memiki fungsi ganda, yaitu sebagai badan
eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif. Era 1950-1959 ialah
era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar,
pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara
Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan
perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah
dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang
menganut sistem kabinet parlementer.
Dewan Konstituante diserahi tugas membuat
undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959
badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno
menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang
berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959,
yang membubarkan Konstituante. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet
diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa
ini.
*
1950-1951 – Kabinet Natsir
* 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953 – Kabinet Wilopo
* 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
* 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
* 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
* 1957-1959 – Kabinet Djuanda
* 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953 – Kabinet Wilopo
* 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
* 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
* 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
* 1957-1959 – Kabinet Djuanda
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang
mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini
lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isi dari Dekrit Presiden tersebut
ialah:
1.
Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
Sistem Pemerintahan Tahun 1959-1968 (Demokrasi
Terpimpin)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang
sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden
Sukarno menetapkan konstitusi di bawah Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan
Dewan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru,
dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945,
dengan semboyan “Kembali ke UUD’ 45″. Soekarno memperkuat tangan Angkatan
Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi yaitu antara
nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.
Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat
memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral
militer Indonesia. Menurut laporan di “Suara Pemuda Indonesia”: Sebelum akhir
tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata.
Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956
dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan
ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk
Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS,
tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah
besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk
kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah “negara bebas”. Di tahun 1962,
perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh
dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan
penduduk adat.
Era “Demokrasi Terpimpin”, yaitu kolaborasi antara
kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan
independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan
ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun,
inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Sistem Pemerintahan Tahun 1968-1998 (Orde Baru)
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan
Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk
kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi
total” atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998.
Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini
dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu,
kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada 27 Maret 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto
untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali
secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang
ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia
pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat
tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik dilakukan terhadap
orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal
dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak
yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat “dibuang” ke Pulau Buru. Sanksi non-kriminal
diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif.
Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut
dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi
sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi
didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan
seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan
Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh
pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap
tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan
antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi
dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung
Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan,
bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di
pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta
dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini,
dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang
yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan
persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi
mendengungkan slogan “persatuan dan kesatuan bangsa”. Salah satu cara yang
dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang
padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan,
Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak
diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap
penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak
mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama
dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun
tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Sistem Pemerintahan Tahun 1998-Sekarang (Reformasi)
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998
dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan
“Era Reformasi“.
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru
di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang
mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi
atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”. Era Reformasi
di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi
Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia
terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya
demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di
berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi
Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari
setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah
tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih
untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
SUMBER
http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia
http://serbasejarah.blogspot.com/2011/06/pergantian-sistem-pemerintahan.html